Nah dari judul, sudah cukup menggambarkan apa yang akan gue bahas pada postingan kali ini. Ini cukup menjadi bahasan pada peringkat paling atas bagi perempuan-perempuan pada usia 20an keatas. Termasuk gue dan lingkungan gue sekarang. Karena keterbatasan ilmu, gue gak akan membahas tentang menikah dari sisi hukum dan syaratnya ya. Ada buku-buku dan sumber lainnya yang lebih akurat untuk dijadikan acuan. Gue hanya sekedar ingin bercerita pengalaman gue di usia-usia yang gampang banget bahas tentang pernikahan.
Sering banget kan, lagi reuni atau kumpul sama temen masa kuliah dulu akan selalu berujung dengan pembicaraan menikah. Bahkan gue pernah ngelantur sampai udah bahas urusan anak 😂😂. Terlalu jauh, kadang suka gak sadar kalau udah melewati batas kesadaran ya kan. Entah apa yang membuat menikah begitu menjadi pembicaraan utama yang selalu dibahas saat ini. Entah karena muda-mudi saat ini yang mudah terbawa perasaan. Padahal menikah banyak banget yang kudu dipersiapkan, secara finansial bukan cuma buat resepsi haha-hihi doang dong ya. Ada kehidupan selanjutnya yang harus didukung secara materi juga. Bekal ilmunya pun sebagai suami istri, yang jelas beda jalan pikirannya. Venus dan Mars. Beserta deretan tugas-tugas baru lainnya.
Oke, gue setuju bahwa setelah menikah rejeki akan lebih dilancarkan, beban pun terasa ringan karena ada teman untuk berbagi. Tapi berapa banyak sih muda-mudi yang berpikiran sampai sejauh itu? Apa bener mereka sudah mikir sejauh itu untuk persiapan menikahnya? Atau jangan-jangan mereka kebelet nikah karena bisa pacaran secara halal aja sisanya urus belakangan? Hahaha bisa jadi dong ada yang mikir sampai situ aja. Menurut gue, salah satu yang membuat menikah menjadi begitu diperbincangkan adalah media sosial. Secara sadar gak sadar, saat temen SMA tiba-tiba upload undangan nikah, jadi merasa duh gue kapan ya. Pengalaman pribadi? iya emang, hahaha.
Pada usia sekita 22-24 tahun gitu, adalah masa-masanya temen-temen nyebar undangan. Upload foto pre-wedding atau bahkan udah ada yang upload foto anak pertamanya. Namanya juga berbagi kebahagiaan kan, ikut seneng dong liatnya. Tinggal kitanya aja yang menata hati, kenapa harus merasa sedih atau merasa jodohnya ga dateng-dateng. Kenapa harus bertanya dia duluan guenya kapan.
Nah, tapi juga ada yang selalu usil nanya temennya kapan nikah atau selalu mepet-mepet situ mulu bahasannya. Gue yang sudah eneg dengan pertanyaan sejenis itu, sampe udah peduli amat ga bisa marah lagi. Padahal kita gak tau ya, orang yang kita tanya begitu itu sedang berjuang untuk apa hingga belum memutuskan untuk menikah. Mungkin dia masih punya adik-adik yang perlu dibiayai untuk sekolah. Sampai pernah gue upload foto iseng aja, ada cincin di jari manis, karena gue suka memancing netijen. Sok ngartis emang guenya, tapi ternyata reaksinya emang heboh macem mereka melewatkan episode drama favoritnya.
Jadi, menikah jelas bukan sebuah tren. Menikah adalah sebuah ibadah, maka bukan hal yang main-main. Kalau merasa mudah terbawa perasaan melihat orang-orang yang sudah menikah, maka logout sebentar dari media sosialnya. Kemudian membaca buku, atau membantu orang tua, atau melakukan hal yang lebih bermanfaat lainnya. Karena menikah akan tiba tepat pada waktunya. Tentunya waktu yang tepat menurut-Nya 😄