Selasa, 15 Februari 2022

Galih

 Sebuah posting yang didedikasikan untuk mendiang kakak kami, Galih.

Sudah 28 tahun menjadi adik, bukan waktu yang sebentar. Tapi nyatanya ini terlalu singkat untuk kita, sebagai kakak beradik. Sejak kecil, aku si copy-cat selalu suka apa yang dia suka. Musik, gaya berfoto, sampai hobi mewarnai atau menggambar. Ada kalanya, dia menang lomba menggambar dan dapat piala. Aku juga ingin mendapatkan piala yang sama dengannya.

Hingga memasuki usia remaja hingga dewasa, dia mulai merasa terganggu dengan adiknya si peniru. Mulai mejadi kakak yang rese dan hobi ngomel ke adiknya. Tidak begitu dekat, tapi umur kami cukup dekat. Sehingga sejak kecil, masuk sekolah hingga kuliah pun kami tetap berada di sekolah yang sama. Orang mengenaliku sebagai Galih versi kerudung, atau Galih versi perempuan, konon saking miripnya.

Galih si selalu ingin coba segala hal, musik, olahraga, bisnis. Orang yang tidak takut untuk mencoba hal baru. Ikut lari marathon, ikut club tennis. Hingga terjun ke dunia bisnis yang punya banyak relasi. Sungguh Galih si paling ingin coba banyak hal. Meski terkadang dia orang paling tidak ada rencana, tapi tekadnya untuk mencoba selalu ada.

Aku sering merasa bahwa dia tidak pernah menjadi sosok kakak laki-laki untukku, dan mungkin juga adikku. Sebagaimana yang aku lihat dari teman yang memiliki kakak laki-laki. Hingga tutup usianya, aku dan adik laki-lakiku tidak pernah tahu bagaimana wujud kasih sayangnya kepada adik-adiknya. Tapi, aku yakin dia punya cara yang berbeda. Tentu ada.

Sampai detik ini, aku masih ingat 1 minggu terakhir perjuangannya untuk bertahan hidup. Meski di kota yang berbeda, usahanya untuk bernafas, usahanya untuk menahan sakit sungguh masih terasa. Di perjalanan kereta dari Jakarta menuju Jogja saat itu, tidak lagi sama. Pukul 21.22, adikku menangis dari telpon, sendirian. Kakakku menghembuskan nafas terkahirnya di UGD, sendirian. Aku menangisi mereka yang sendirian, di gerbong kereta api, sendirian. Begitu juga dengan istrinya, yang sedang karantina di Pangandaran, menangis, sendirian.

Terima kasih, aa sudah berjuang hingga detik terakhir. Maafkan kami semua, tidak sempat bertemu bahkan tidak bisa menemani di hembusan nafas terakhirmu. We'll be missing you. Forever.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar