Sebuah kehidupan yang tengah carut marut dengan berbagai teror yang menghantui manusia. Ada dua Venus yang mengelilingi Mars, bagaimana bisa? Bisa dong. Berikut ini ceritanya~
Kami memiliki paham yang sama bahwa di dunia ini tidak ada satu pun sahabat yang benar-benar sahabat. Apa itu sahabat? Pada perbatasan antara teman, teman dekat dan saudara sudah jelas berbeda. No more space. Pacar? Apalagi. Teman yang bersedia mendengarkan dan mengingatkan adalah sebaik-baiknya pertemanan. Pertemanan yang sehat adalah yang selalu meneriaki temannya di depan jika salah, bukan mencabik-cabik punggung temannya dari belakang. Sudah begitu banyak kasus mantan pacar yang dipacari oleh sahabatnya sendiri. what a shame. Makanya, namailah mereka teman. Walaupun akan ada teman yang intensitas pertemuannya berbeda. Bersahabat dengan perempuan membuat gue seperti sedang memeluk erat pisau tajam yang kapan saja mata pisaunya akan menancap di tubuh.
Kembali kepada kakak, gue dan adik. Kami tidak pernah merasa salah untuk sekedar makan siang sendirian atau berjam-jam di sebuah cafe sendirian. Tidak ada yang salah. Bukan artinya kami adalah anak anti sosial dan apalah itu. Sebisa mungkin kita hidup tidak ketergantungan dengan orang lain, selama masih bisa melakukannya sendiri. Manusia memang makhluk sosial, tetapi pada nyatanya manusia lahir dan mati sendirian. Kami sepakat. Hingga akhirnya Tuhan memberikan kami teman yang sebenar-benarnya teman yang sudah dituliskan jalannya untuk bersama menyempurnakan setengah agama. Baru deh teman hidup namanya.
*nyanyi lagu Teman Hidup - Tulus*
Kakak, adalah perempuan penuh drama yang berlarut-larut. Bisa dikatakan bahwa gue adalah salah satu penonton yang menikmati segala adegannya. Sepanjang drama hidupnya, kakak adalah sepantasnya kakak dengan pengetahuan yang luas dan mau memberitahu adiknya segala hal. Kakak pintar hanya saja kakak moody. Kakak seringkali terlalu mendalami perannya di drama itu, hingga lupa dengan kenyataan tesisnya. Kakak suka indomie goreng pakai telur. Kakak suka durian, gue juga. Kakak juga suka menulis di Tumblr, gue juga. Tapi kakak gak suka baceman tahu, sedangkan gue suka banget. Kakak seringkali sepemikiran dengan adik dan gue hanya bisa mendengarkan. Kakak cantik kalo pake rok.
Adik, adalah lelaki penuh drama namun tidak berlarut-larut. Adik seperti bom rakitan, entah kapan akan meledak. Kalo gak sengaja ketarik kabelnya, gue bisa menyaksikan ledakan-ledakan kecil itu. Adik juga pintar dan lebih moody daripada kakak. Adik bisa menjadi waras dalam beberapa menit di awal, selanjutnya gue merasa sedang di perjudian yang mana adik bisa waras atau bisa moody. Gue pernah suka kepada adik, keselek enteogen mungkin. Adik semacam manusia visioner yang terkadang kalah oleh moodnya sendiri. Tapi adik selalu berusaha menyelesaikan segala urusannya entah berakhir sesuai ekspetasi atau tidak. Gue paling gak bisa liat adik lagi mood. Like i'm gonna slap you, adik. Tapi gue selalu terheran heran dengan logikanya adik. Gak pernah mainstream.
Kakak dan adik lebih sering berdiskusi dan sepakat akan satu hal, gue diem. Memutar mata seperti bola pingpong, ke kakak kemudian ke adik. Ke kakak lagi, ke adik lagi. Gue lebih banyak mikir kalo ternyata gue gak lebih tau apa-apa dari mereka. Kakak dan adik adalah salah satu faktor gue harus suka membaca akhir - akhir ini. Itulah mengapa gue merasa hubungan diantara kita bertiga layak untuk dipertahankan. Setiap akhir pembicaraan kita berjam-jam, gue selalu membawa pulang seabrek pertanyaan untuk ditanyakan dan dijawab kepada diri sendiri. Friends with benefit? sure, dalam hal positif tentunya. Entah kenapa diskusi diantara kakak-aku-adik selalu aku sukai, apapun bahasannya. Bisa mendengarkan pendapat dari umur, gender dan sudut pandang yang berbeda itu menarik.
Entah akan seperti apakah cerita perjalanan dua venus dan satu mars ini.
Gue ceritakan nanti~
0 komentar:
Posting Komentar